Mengenal Bawomataluo, Desa Lompat Batu Nias yang Siap Mendunia
“Lompat batu bermula dari syarat pemuda desa sudah bisa ikut berperang atau belum. Dahulu perang antar-wilayah sering terjadi. Setiap wilayah biasanya dipagari dengan bambu setinggi dua meter atau lebih. Untuk bisa ikut berperang dan diterima sebagai prajurit raja, seorang pemuda harus bisa melompati bambu yang memagari wilayah lawan. Selain itu, pemuda yang mampu melompati batu ini dianggap telah dewasa dan matang secara fisik,” kata Frans.
Jika ingin menyaksikan tradisi ini, pengunjung harus membayar dua orang pemuda desa dengan tarif Rp150.000 untuk dua kali lompatan. Setiap pemuda akan melompat satu kali. Andai ada sekelompok pemuda yang menawarkan tarif lebih tinggi dari itu, lakukan tawar-menawar saja karena memang tarif dari kesepakatan pengurus desa adalah Rp150.000.
“Mereka bisa 10 kali sehari melompat, lumayan bagi penghasilan mereka sehari-hari,” kata Frans.
Seperti diketahui saat ini, pemerintah sedang mengajukan Desa Bawomataluo sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia dengan masuknya Desa Bawomataluo dalam daftar situs warisan dunia, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Nias akan terus mengalami peningkatan.
Setelah Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia, secara strategi promosi sangat mudah untuk dipasarkan dan bisa menjadi salah satu destinasi utama para wisatawan ke Nias selain terkenal dengan ombaknya.
“Saohagolo Ama dan Ina, Dafalakhi sui (terima kasih banyak bapak dan ibu, sampai jumpa lagi),” ujar Frans dalam bahasa Nias.
Editor: Tuty Ocktaviany