Mengenal Tedong Saleko, Kerbau Langka Berkasta Tinggi Seharga Rp1 Miliar
Simbol kehidupan masyarakat Toraja
Dalam kebudayaan masyarakat Toraja, kerbau merupakan lambang etos kerja keras, kemakmuran, sekaligus bermakna spiritual. Dalam upacara adat, kerbau dikorbankan dan dagingnya dimakan bersama. Bagian kepala dan tanduknya dipasang di rumah adat tongkonan yang atapnya mirip dengan perahu. Semakin banyak tanduk yang dipasang di tongkonan, maka semakin tinggi juga derajat social sang pemiliki.
Tingginya permintaan kerbau bagi masyarakat Toraja, untuk upacara adat terbilang cukup tinggi. Untuk mengembangbiakkan tedung saleko cukup sulit. Tingkat mortalitas embrio dan anak tedong Saleko tinggi, sementara tingkat kesuburannya rendah. Jumlah tedong Saleko kini sudah langka, sehingga tak heran jika ditemukan tedong saleko, maka harganya akan dibanderol mulai dari ratusan, hingga miliaran rupiah.
Kerbau diyakini sebagai kendaraan arwah menuju akhirat
Masyarakat Tana Toraja percaya, kerbau merupakan kendaraan yang digunakan arwah menuju ke Puya (dunia arwah atau akhirat). Kerbau-kerbau ini diternakkan sebagai alat pembajak sawah, sekaligus simbol status sosial dan termasuk dalam hewan yang dianggap sakral.
Kerbau adalah sesembahan tertinggi bagi masyarakat adat Toraja yang meninggal, dan dilakukan dalam ritual bernama rambu solo. Pemotongan kerbau pada ritual ini dimaksudkan roh orang yang meninggal menunggangi salah satu kerbau yang paling istimewa dan kerbau-kerbau hitam lainnya menjaga dan mengiringi. Masyarakat Tana Toraja percaya, semakin banyak kerbau yang dikurbankan maka semakin cepat juga dosa jenazah terhapuskan dan mendapatkan tempat di sisi Tuhan.
Dalam pelaksanannya, ritual ini dilakukan berhari-hari , bahkan berminggu-minggu, yang dihadiri ribuan warga. Kerbau yang dikorbankan sangat tergantung dengan hasil kesepakatan keluarga besar, dengan persyaratan wajib minimal 40 ekor dan puluhan babi.
Editor: Vien Dimyati