Mengintip Desa Unik Menakutkan, Orang Meninggal Diasapi dan Diletakkan di Tebing Curam
JAKARTA, iNews.id - Ada banyak kampung unik di berbagai negara yang membuat siapa saja penasaran. Termasuk jika singgah ke bagian timur Pulau Papua pasti akan membuat siapa saja merinding.
Ya, tepatnya di Papua Nugini. Di sini Anda akan menjumpai Suku Angga yang memiliki tradisi mengerikan. Orang yang meninggal di kampung tersebut jenazahnya tidak langsung dimakamkan, tapi akan diasapi terlebih dahulu. Kemudian, baru ditaruh begitu saja di tebing yang curam.
Penasaran seperti apa tradisi mengerikan yang membuat merinding ini? Berikut ulasannya dirangkum pada Senin (13/2/2023).
Tradisi mayat asap
Suku Angga di Papua Nugini dikenal memiliki tradisi dalam cara mengawetkan tubuh orang yang telah meninggal. Tradisi tersebut adalah pengasapan. Tahap pertama dalam proses pengasapan ini adalah lutut, siku, dan kaki mayat disayat. Kemudian lemak di tubuh mayat dikeringkan. Belum usai sampai di situ, bambu ditusuk ke bagian perut mayat dengan tujuan agar darah mengalir keluar.
Darah yang dikeluarkan akan dioles ke rambut dan kulit dari kerabat almarhum. Suku Angga sangat meyakini ritual ini akan memindahkan kekuatan yang meninggal pada kerabat yang masih hidup. Sisa cairan yang dikeluarkan dari tubuh mayat ini akan dijadikan sebagai minyak goreng.
Mata, mulut, dan anus mayat akan dijahit agar udara tidak masuk ke tubuh mayat. Hal ini bertujuan untuk menghindari pembusukan. Sedangkan kaki, lidah, dan telapak tangan itu dipotong sebagai hidangan untuk disantap oleh pasangan yang hidup. Sisanya dibuang ke lubang api untuk diasapi. Setelah proses diasapi, tubuh mayat dilapisi dengan tanah liat dan lempung merah kemudian dipajang di dinding tebing. Lempung yang dioleskan itu untuk melindungi tubuh mayat untuk menghindari kerusakan. Namun kini seiring berkembangnya zaman dan ajaran agama Kristen yang telah dikenal oleh masyarakat Suku Angga, tradisi ini kini telah dihentikan dan diganti dengan penguburan secara agama Kristen.
Jadi perhatian pakar internasional
Cerita mengenai pengasapan mayat dan tradisi memumikan mayat ini mulai menarik perhatian pakar internasional. Ketika itu, pada 2008, kondisi kepala desa di daerah Papua Nugini bernama Moimango telah memburuk selama beberapa dekade saat dia duduk di sisi tebing kira-kira 1.000 kaki di atas dasar lembah.
Moimango telah menghabiskan cukup banyak waktu di tebing sejak dia meninggal pada awal 1950-an. Setelah kematiannya, dia dimumikan dalam proses tradisional yang telah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Angga di dataran tinggi Papua Nugini bagian tengah utara. Tetapi putranya, Gemtasu, seorang pemimpin klan di desa Koke, yang terletak di bawah tebing khawatir kehilangan hubungan mendalam dengan ayahnya karena tubuhnya menurun.
Gemtasu ingin merestorasi mayat mumi ayahnya dan menghidupkan kembali mayatnya pada proses mumifikasi tradisional yang mulai ditinggalkan. Gemtasu khawatir ritual mumifikasi, yang telah diturunkan dari generasi ke generasi akan hilang.
Mungkin Anda mengenal tradisi mumi dari Mesir yang terkenal memumikan orang mati, sehingga mereka dapat melakukan perjalanan utuh ke alam baka spiritual mereka, praktik tersebut tidak memiliki konotasi yang sama di antara orang-orang Angga.
Andrew Nelson, seorang antropolog di Western University di London, Kanada, telah belajar melalui penelitian etnografinya, Suku Angga secara tradisional tidak percaya pada kehidupan setelah kematian. Mereka membuat mumi terutama untuk mengawetkan wajah orang mati.
Penempatan mumi juga penting bagi Suku Angga, karena tebing menghadap ke lembah tempat Koke ditemukan. Ini memberikan kesempatan untuk menandai wilayah bagi kerabat almarhum yang masih hidup, menurut wawancara Nelson dengan Suku Angga.
Pada akhirnya, Moimango diturunkan dari tebing pada 2010 agar para peneliti dapat menilai upaya restorasi dari dua tahun sebelumnya. Moimango adalah anggota desa terakhir yang dimumikan, dan Gemtasu hampir tidak ingat prosesnya, dia baru berusia 10 tahun ketika dia membantu mumifikasi ayahnya.
Editor: Vien Dimyati