Mengintip Sejarah Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Harga Tiketnya hanya Rp5.000
JAKARTA, iNews.id – Hari ini seluruh masyarakat memperingati Lahirnya Pancasila. Sebagai pilar utama berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Monumen Pancasila Sakti pun jadi salah satu saksi sejarah yang kini jadi destinasi wisata.
Berlokasi di Jalan Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pancasila sakti merupakan salah satu destinasi wisata bersejarah yang menyimpan banyak kenangan, serta bukti perjuangan para pejuang.
Monumen Pancasila Sakti menjadi bagian penting dalam perjalanan Indonesia. Biasanya wisatawan yang berkunjung ke tempat ini merupakan rombongan pelajar, atau para peneliti. Tak lupa biasanya para wisatawan mengabadikan momen saat berkunjung ke Monumen Pancasila Sakti.
Diketahui jam buka Monumen Pancasila Sakti mulai dari pukul 09.00-21.00 WIB. Harga tiket masuknya pun cukup terjangkau, yaitu Rp5.000 saja per orang. Akan tetapi bagi Anda yang ingin mengunjungi tempat bersejarah ini, harus tetap hati-hati. Jangan sampai mengotori atau merusak seluruh benda yang ada di dalamnya.
Dilansir dari berbagai sumber, Monumen Pancasila Sakti dibangun atas gagasan Presiden ke 2 Indonesia, Soeharto. Dibangun di atas tanah seluas 14,6 hektare. Monumen didirikan dengan tujuan mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis.
Terdapat juga tujuh patung pahlawan, serta Garuda sebagai lambang NKRI. Ketujuh pahlawan yang dimaksud, yaitu Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Suprapto, Mayjen TNI MT Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI DI Panjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, Perwira TNI Lettu Pierre Tendean Ajudan.
Selain itu, monumen tersebut menjadi saksi peristiwa yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau G30S/PKI. Terdiri dari Museum Pengkhianatan PKI (Komunis), Sumur Tua (Lubang Buaya), Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Dapur Umum, Museum Paseban, hingga mobil-mobil yang menjadi peninggalan Pahlawan Revolusi.
Editor: Elvira Anna