Musim Dingin di Kota Suci Makkah, Penuh Cerita Bermakna di Hati Tamu Allah
MAKKAH, iNews.id - Musim dingin di Makkah tidak pernah hadir dengan gemuruh. Ia datang perlahan, hampir tanpa tanda, namun cukup untuk membuat siapa pun yang pernah merasakannya mengerti bahwa udara kota suci memiliki karakternya sendiri.
Ketika matahari mulai condong ke barat dan bayangan bukit-bukit batu memanjang di tanah gurun, hawa panas yang biasanya membungkus Makkah berubah menjadi hembusan sejuk yang memeluk lembut para tamu Allah.
Dini hari, suhu mencapai titik terendahnya. Napas para jemaah berubah menjadi kabut tipis, mengambang sejenak di udara sebelum tersapu angin. Jalanan menuju Masjidil Haram dipenuhi langkah-langkah manusia yang datang dari segala penjuru dunia, masing-masing membawa doa dan harapan yang tidak pernah usai.

Di pelataran Kakbah, marmer terasa sangat dingin seperti batu yang baru terangkat dari kegelapan malam. Para jemaah merapatkan kain ihram, mengusap tangan, namun tidak memperlambat langkah mereka.
Ya, tawaf tetap berlangsung, meski angin dingin berputar-putar di sela tiang-tiang Masjidil Haram.
Di tengah arus manusia itulah hadir suara yang memahami benar musim dingin di kota suci. Nurhadi, yang telah bekerja lebih dari 13 tahun di salah satu hotel Makkah, menjelaskan bagaimana bulan-bulan tertentu menjadi masa tersibuk.
"Khususnya di bulan November, Desember, sampai Januari, biasanya di Mekkah musim dingin dan keadaan Masjidil Haram selalu penuh, begitu pun juga keadaan di Hotel Pullman Zam Zam, di tiga bulan itu selalu penuh," ujar Nurhadi saat ditemui iNews.id pada pertengahan November 2025.
Kepadatan itu membuat para calon jemaah yang ingin merasakan ibadah di musim dingin perlu menyiapkan banyak hal dari jauh hari. Nurhadi memberikan saran penting bagi calon jemaah.
"Yang perlu diperhatikan ketika ingin Umrah di musim dingin, pastikan selalu booking hotel terlebih dahulu untuk mengantisipasi ketidaktersediaan kamar yang akan dituju, jadi jauh-jauh hari sebelum tanggal keberangkatan dipastikan sudah booking hotel," ucapnya.
"Setelah itu, karena musim dingin, selalu menjaga kondisi kesehatan dengan cara menjaga pola makan, dari minuman dan makanannya selalu dijaga," sambungnya.
Namun, dinginnya Makkah bukanlah dingin yang menggigit. Ia lebih seperti keteduhan yang dititipkan Allah SWT untuk memperlambat langkah manusia dan membuat mereka lebih peka terhadap suara hati.

Doa-doa mengalir lebih lembut, zikir bergema lebih jernih, dan setiap sujud terasa seperti pelukan hangat di tengah udara sejuk gurun.
Di luar Masjidil Haram, pedagang teh mint dan gahwa semakin ramai. Asap kecil dari cangkir-cangkir hangat itu menari di udara, memberi jeda bagi jemaah yang ingin beristirahat sejenak.
Di sela hiruk pikuk, obrolan pendek antar jemaah yang berasal dari negara berbeda, bahasa berbeda, cerita berbeda menjadi jalinan kecil yang menghangatkan suasana.
Malam di musim dingin menghadirkan pemandangan yang sulit dihapus dari ingatan. Cahaya ribuan lampu Masjidil Haram memantul di udara dingin, membentuk kilau halus yang menenangkan.
Angin yang turun dari perbukitan membawa aroma tanah gurun yang tenang, seolah mengingatkan bahwa ibadah bukan hanya gerakan tubuh, tetapi juga perjalanan batin.
Di depan Kakbah, seorang pemuda tampak menggigil ringan. Bukan karena dingin, tetapi karena doa yang diucapkan terasa begitu dekat dengan hatinya. Ia berdiri lama, seolah menumpahkan seluruh beban hidupnya dalam satu bisikan.
Sementara di sudut lain, seorang ibu bermimik Asia Tenggara duduk dengan air mata yang mengalir pelan.
Makkah di musim dingin selalu penuh cerita. Cerita tentang mereka yang datang dengan luka, lalu pulang dengan hati yang lebih ringan. Cerita tentang mereka yang tiba dalam kebingungan, lalu menemukan jawaban dalam keheningan malam. Cerita tentang manusia yang rapuh, namun selalu diberi kesempatan untuk memulai kembali.
Ketika fajar kembali menyingsing, langit Makkah berubah menjadi jingga yang lembut. Burung-burung berputar di atas Masjidil Haram, menyambut hari baru. Para jemaah melangkah lagi, menggigil kecil tetapi tetap tersenyum. Karena dinginnya musim bukanlah penghalang, tapi ia adalah pengingat bahwa dalam setiap hembusan angin sejuk, ada pelajaran tentang kesabaran, ketulusan, dan ketundukan.
Makkah di musim dingin bukan hanya tempat ibadah. Ia adalah tempat di mana hati manusia dipeluk, dibersihkan, dan dikuatkan kembali.
Editor: Muhammad Sukardi