Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Trump Perketat Aturan Visa, Pengidap Diabetes hingga Obesitas bakal Ditolak Masuk AS
Advertisement . Scroll to see content

Kurangi Konsumsi Camilan yang Mengandung Gula dan Garam, Ini Alasannya

Selasa, 15 Maret 2022 - 23:22:00 WIB
Kurangi Konsumsi Camilan yang Mengandung Gula dan Garam, Ini Alasannya
Atur konsumsi gula, garam, dan lemak untuk mencegah obesitas (Foto: Health Beat)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Obesitas merupakan salah satu gangguan pada tubuh yang melibatkan lemak berlebihan. Jika dibiarkan, obesitas dapat memicu masalah kesehatan.

Obesitas sering kali terjadi karena kalori yang masuk lebih banyak daripada yang dibakar melalui olahraga dan kegiatan normal sehari-hari.

dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan mengatakan, masyarakat kelompok usia dewasa muda berpotensi mengalami obesitas karena terjadinya perubahan aktivitas fisik dan meningkatnya konsumsi makanan tinggi kalori dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi. 

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, prevalensi obesitas untuk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8% di tahun 2013 menjadi 21,8% di tahun 2018. 

"Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi makanan yang tidak sehat sejak pandemi," ujar dr. Elvieda Sariwati melalui keterangan virtualnya belum lama ini.

dr. Elvieda menjelaskan, perubahan gaya hidup selama pandemi seperti konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih serta berkurangnya aktivitas fisik berpotensi meningkatkan risiko obesitas. Padahal, obesitas dapat meningkatkan risiko komplikasi penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi.

Menurutnya, masyarakat yang mengalami obesitas diketahui memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi sebesar 8 kali lipat. Selain diabetes, obesitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko hipertensi hingga 5 kali lipat dan risiko penyakit jantung hingga 2 kali lipat. 

"Hal ini tentunya perlu diwaspadai karena prevalensi penyakit-penyakit kronis ini di Indonesia terus meningkat, yaitu 10,8% untuk diabetes, 34,1% untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dan 1,5% untuk penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter," katanya.

Dokter Spesialis Gizi Klinis, dr. Marya Haryono, menjelaskan, obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebih akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000). 

Ditambah lagi dengan tingginya frekuensi kegiatan online selama pandemi ini, membuat anak muda memiliki kebiasaan ngemil atau mengonsumsi jenis makanan tinggi gula, garam, lemak sambil belajar atau bekerja, diikuti dengan kurangnya aktivitas fisik selama mereka di rumah, yang dapat menyebabkan lemak semakin menumpuk dan berisiko obesitas.

dr. Marya melanjutkan, obesitas dapat dicegah saat masih muda dengan mengatur keseimbangan energi dalam tubuh. Bisa dimulai dari mengatur pola tidur atau istirahat yang cukup, pola aktivitas fisik yang kontinu dengan intensitas rendah sampai sedang

Selain itu, juga mengatur pola emosi makan yang perlu diatur karena kebiasaan makan dengan jumlah berlebih dan cenderung memilih jenis makanan tidak sehat yang tinggi gula, garam, dan lemak disebabkan oleh emosi. 

Menurutnya, pola makan perlu diperhatikan sesuai jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan yang dianjurkan, yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum makan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman.

"Hal ini penting agar kita dapat lebih sadar akan jumlah gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi setiap harinya. Anak muda perlu melakukan pengelolaan ini sedini mungkin agar dapat melawan obesitas," kata dia.

Sebagai upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi. Masyarakat harus selalu memerhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan, yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.

Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM Anisyah mengatakan, idealnya, dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan).

"Dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas," kata dia.

Susana selaku Head of Strategic Marketing Nutrifood mengatakan, obesitas adalah isu serius dan dapat berdampak negatif bagi kesehatan, termasuk meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi, sehingga perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini. 

"Selain bekerja sama dengan Kemenkes dan BPOM RI, Nutrifood juga melakukan berbagai program edukasi, baik secara online maupun offline bagi mitra-mitra kami lainnya seperti pemerintah, komunitas, media, sekolah, dan masyarakat umum akan pentingnya gaya hidup sehat serta membatasi asupan gula, garam, dan lemak," katanya.

Editor: Vien Dimyati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut