Sedih, Chef Axhiang Tak Pernah Kesampaian Bertemu Bondan Winarno
JAKARTA, iNews.id - Sebagai senior dalam dunia kuliner, Bondan Winarno memiliki kharisma tersediri. Dinilai sebagai pribadi yang bersahaja, membuat para chef Tanah Air merasa kehilangan sosoknya.
Wanita cantik lulusan dari Masterchef Indonesia, Chef Axhiang, sangat sedih karena keinginannya bertemu dengan pakar kuliner Indonesia, Bondan Winarno hingga kini belum kesampaian.
"Saya sangat mengagumi beliau. Pernah bertukar pikiran, tapi hanya lewat chat. Belum pernah berjumpa. Pengen bertemu, tetapi belum dapat kesempatan waktu itu," kenang Chef Axhiang, kepada iNews.id, di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Menurutnya, Pak Bondan Winarno merupakan seorang pakar kuliner yang luar biasa, terutama atas jejak-jejak petualangnya.
"Beliau memperkenalkan setiap sudut daerah dan kulinernya. Pak Bondan juga membawa pengetahuan luar biasa utk kita semua," ungkapnya.
Chef Axhiang, yang kini sedang berada Bangka ini, kaget ketika diberitahu jika Bondan Winarno meninggal dunia. Dia menilai, sosok seniornya ini sangat memotivasi, menginspirasi, serta ramah terhadap siapa saja. "Dunia kuliner sangat kehilangan orang hebat," tutupnya.
Sosok fenomenal, Bondan Winarno yang terkenal dengan slogan "Maknyus" ini meninggal dunia pada pukul 09.05 WIB, di RS Harapan Kita, Jakarta. Jenazah dibawa ke rumah duka di Jalan Bangsawan Raya Sentul City.
Bondan Winarno lahir di Surabaya, Jawa Timur, 29 April 1950. Dia meninggal pada usia 67 tahun. Sebagai seorang penulis dan wartawan, Bondan pernah mengarang cerita anak-anak, cerita pendek, novel, dan buku-buku tentang manajemen.
Dia memelopori dan menjadi Ketua Jalan Sutra, suatu komunitas wisata boga yang sangat terkenal di Indonesia. Selain berbagai pekerjaan yang pernah dilakukannya, Bondan juga aktif dalam bermacam-macam kegiatan sosial.
Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal International Advertising Association, cabang Indonesia (1981-1986), Ketua Indonesia Forum pada 1998 (umur 47–48 tahun), yaitu sebuah konferensi internasional untuk membantu pemulihan Indonesia dari krisis.
Pada 1998, ia menjadi salah satu pendiri dari Komite Kemanusiaan Indonesia dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Pada 2002 (umur 51–52 tahun), ia menjadi salah satu pendiri Yayasan Karaton Surakarta.
Ia adalah seorang Sentanadalem Karaton Surakarta Hadiningrat dengan gelar dan nama Kanjeng Pangeran Mangkudiningrat.
Editor: Vien Dimyati