Ada Dugaan Kerja Paksa, H&M Hentikan Ekspor Benang dari Xinjiang China

Djairan
Perusahaan raksasa ritel pakaian asal Swedia H&M mengatakan telah mengakhiri hubungan dengan produsen benang di China. (Foto: Bloomberg)

STOCKHOLM, iNews.id - Perusahaan raksasa ritel pakaian asal Swedia H&M mengatakan telah mengakhiri hubungan dengan produsen benang di China. Hal tersebut karena adanya dugaan kerja paksa yang melibatkan etnis dan agama minoritas dari provinsi Xinjiang, China.

Sebuah laporan dari Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) yang diterbitkan pada Maret lalu, menunjukkan H&M sebagai salah satu penerima hasil dari program transfer kerja paksa melalui hubungan bisnis dengan produsen benang celup Huafu Fashion, yang berpusat di provinsi Anhui yang juga memiliki pabrik di Xinjiang.

Namun, H&M mengatakan, tidak pernah memiliki hubungan langsung dengan pabrik tersebut. Akan tetapi, H&M memang mengakui memiliki hubungan bisnis tidak langsung dengan salah satu pabrikan milik Huafu Fashion yang berada di Kota Shangyu provinsi Zhejiang.

“Meskipun belum ada indikasi kerja paksa di pabrik Shangyu, kami telah memutuskan untuk menghentikan hubungan bisnis tidak langsung kami dengan Huafu Fashion, sampai kami mendapatkan kejelasan lebih lanjut seputar dugaan kerja paksa itu," ujar juru bicara H&M, dikutip dari South China Morning Post pada Rabu (16/9/2020).

Pihaknya juga mengatakan telah melakukan penyelidikan di semua pabrik manufaktur garmen di China yang memiliki hubungan dengan H&M. Hal itu bertujuan untuk memastikan tidak terdapat unsur pelanggaran kemanusiaan pada program transfer tenaga kerja, seperti yang marak diberitakan ada penindasan berupa kerja paksa.

Perhatian internasional sedang tertuju ke Partai Komunis China yang berkuasa, atas tindakannya di wilayah Xinjiang yang merupakan penghasil kapas terbesar di China. Sebelumnya, Uni Eropa (UE) telah meminta China untuk mengizinkan pengamat independennya masuk ke Xinjiang, yang diduga adanya pengekangan hak asasi manusia dalam beberapa pekerjaan.

Sementara itu, berbagai kelompok-kelompok pemerhati hak asasi mengatakan lebih dari 1 juta orang Uighur menderita di kamp pendidikan di Xinjiang. China menyebutnya, sebagai pusat pelatihan pendidikan kejuruan, yang diberikan untuk mengangkat penduduk keluar dari kemiskinan dan menyingkirkan radikalisme.  

Editor : Ranto Rajagukguk
Artikel Terkait
Nasional
1 hari lalu

Sertifikasi Influencer Dianggap Penting, Dosen UMY Ungkap Alasannya  

Nasional
1 hari lalu

Komdigi Kaji Wacana Influencer Wajib Bersertifikasi 

Nasional
1 hari lalu

LPOI Akui Kemajuan China Jadi Inspirasi Global, Termasuk Dunia Islam

Nasional
2 hari lalu

Rosan Ungkap Progres Negosiasi Pembayaran Utang Kereta Cepat Whoosh dengan China

Nasional
3 hari lalu

Prabowo Jajal KRL Buatan China dari Manggarai jelang Resmikan Stasiun Tanah Abang Baru

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal