Apa yang Terjadi pada Ekonomi Afghanistan di Bawah Pemerintahan Taliban?

Aditya Pratama
Afghanistan dikuasai Taliban, bagaimana dengan ekonominya negara tersebut? Foto: Reuters

Lebih lanjut Ahmady menuturkan, sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban, AS juga telah menghentikan pengiriman uang dalam dolar AS ke negara itu. Dengan dibekukannya aset Afghanistan, menurutnya, kemungkinan Taliban hanya bisa mengakses aset di negara lain dalam jumlah kecil. Dia memperkirakan dana yang dapat diakses oleh Taliban mungkin 0,1-0,2 persen dari total cadangan internasional Afghanistan.  

"Tanpa persetujuan Departemen Keuangan, tidak mungkin ada donor yang akan mendukung pemerintah Taliban," ujarnya. 

Adapun aset yang disimpan di Afghansitan, berdasarkan laporan auditor tahun 2020, ada 12,5 juta emas batangan dan koin perak senilai 159.600 dolar AS yang disimpan di brankas bank di dalam Istana Kepresidenan Afghanistan, yang sekarang dikendalikan Taliban. Selain itu, sekitar 362 juta uang tunai dalam mata uang asing, yang hampir semuanya dalam bentuk dolar AS dan ditahan di kantor pusat dan cabang bank serta Istana Kepresidenan.   

Di samping itu, Taliban juga memiliki dana namun tidak semuanya didapatkan secara legal. Menurut laporan Dewan Keamanan (DK) PBB yang diterbitkan pada Juli lalu, Taliban kerap mengandalkan kegiatan ilegal untuk mendanai kelompoknya, seperti perdagangan narkoba dan produksi opium, pemerasan, penculikan untuk mendapat tebusan, eksploitasi mineral dan pendapatan dari pengumpulan pajak di sejumlah daerah dalam kendali mereka. 

Dari kegiatan tersebut, DK PBB memperkirakan Taliban memiliki pendapatan sekitar 300 juta hingga 1,6 miliar dolar AS per tahun. 

"Dukungan keuangan eksternal, termasuk sumbangan dari orang-orang kaya dan jaringan yayasan amal nonpemerintah juga merupakan bagian penting dari pendapatan Taliban," tulis laporan PBB. 

Kelompok ini juga berusaha mengeksploitasi kekayaan mineral Afghanistan. PBB melaporkan, sektor pertambangan menyumbang pendapatan ke Taliban sebesar 464 juta dolar AS pada tahun lalu. 

Sementara itu, data Asian Development Bank menyebut lebih dari 47 persen penduduk negara itu hidup di bawah garis kemiskinan pada 2020. Sebagian rumah tangga bergantung pada sektor pertanian dengan produktivitas rendah. 

Masalah keamanan, korupsi, dan ketidakstabilan politik semuanya telah menghambat pembangunan sektor swasta. Kondisi tersebut membuat Afghanistan berada di peringkat 173 dari 190 negara dengan lingkungan bisnis yang sulit, menurut Survei Doing Business Bank Dunia tahun 2020. 
Pengangguran tercatat mencapai 11,7 persen pada 2020 sebelum pemerintahan Taliban berkuasa, sebelum orang-orang mulai melarikan diri dari negara itu dan beberapa wanita diberhentikan dari pekerjaannya.

Dengan berkuasanya Taliban, negara itu diperkirakan akan berada dalam ekonomi yang suram. Ahmady memperkirakan akan terjadi depresiasi mata uang, lonjakan inflasi, dan kenaikan harga pangan. 

Editor : Jujuk Ernawati
Artikel Terkait
Internasional
1 hari lalu

Didemo karena Gagal Berantas Korupsi, PM Bulgaria Mundur

Nasional
11 hari lalu

KPK Cecar Ridwan Kamil soal LHKPN hingga Penghasilan saat Jadi Gubernur Jabar

Nasional
11 hari lalu

20 Stadion bakal Dikelola 3 Kementerian, Babak Baru Pengelolaan Aset Olahraga

Nasional
11 hari lalu

Ekonomi Terpukul! Kerugian Bencana Sumatera Ditaksir Tembus Rp68,67 Triliun

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal