Menurutnya, kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Penurunan pesanan juga terjadi di negara-negara pengekspor alas kaki lainnya, seperti Vietnam dan China. Bahkan, kedua negara itu mengajukan kepada pemerintahnya untuk mengurangi jam kerja, dari 40 jam menjadi 25-30 jam per minggu.
Dia menuturkan, beberapa perusahaan sebetulnya juga sudah melakukan langkah tersebut. Bahkan, meminta kepada pemerintah di negara masing-masing supaya memberikan kelonggaran kagar bisa hanya menggaji karyawannya berdasarkan prorata jam kerja.
Menurutnya, itu adalah jalan keluar yang tidak bisa dihindari. Pasalnya, karyawan saat ini tidak bekerja dengan penuh, yakni hanya bekerja setengah hari atau 70 persen dari biasanya karena total order yang tidak mencukupi.
Di sisi lain, Eddy mengungkapkan perusahaan pabrik sepatu juga tidak ingin terus menerus melakukan PHK. Karena, jika keadaan mulai pulih dan perusahaan membutuhkan karyawan kembali, perusahaan akan memerlukan upaya lebih besar untuk merekrut karyawan baru.
"Perlu semacam upaya seperti kita merekrut karyawan baru, yang harus memberikan pelatihan dan sebagainya," ujarnya.