Bahlil Minta Global Minimum Tax Dikaji Ulang Gara-Gara Ini

Atikah Umiyani
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting, di Semarang, Sabtu (19/8/2023). (Foto: dok BKPM)

JAKARTA, iNews.id - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, meminta implementasi Global Minimum Tax (GMT) dikaji kembali. Pasalnya, penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
 
"Dengan adanya ketentuan global tax minimum, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita enggak mau," kata Bahlil sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting, di Semarang, Sabtu (19/8/2023).
 
Hadir dalam pertemuan ini, antara lain Menteri Perdagangan Republik Indonesia selaku Chairman AEM, Zulkifli Hasan, Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darusalam, Dato Dr. Amin Liew Abdullah, Sekretaris Negara Kementerian Perdagangan Kamboja, Rath Saravuth, Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, dan Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Riyatno. 

Selanjutnya, Menteri Industri dan Perdagangan Laos, Malaithong Kommasith, Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri Malaysia, Tengku Datuk Seri Utama Zafrul Tengku Abdul Aziz, Menteri/Sekretaris Departemen Perdagangan dan Industri Filipina, Alfredo E. Pascual, Deputi Direktur Jenderal Badan Investasi Asing Kementerian Perencanaan dan Investasi ​Vietnam, Nguyen Anh Tuan, Sekretaris Jenderal Badan Investasi Thailand, Narit Therdsteerasukdi, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Gan Kim Yong, dan Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
 
Diungkapkan Bahlil, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.
 
"Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple," ujar Bahlil.
 
Untuk menarik investasi, lanjutnya, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis. Sehingga kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang. 

"Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," ungkap Bahlil.
 
Dia menjelaskan, bila GMT diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Sebab, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.
 
"Tax minimum global yang 15 persen itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka," tutur Bahlil.
 
Dia menilai, kebijakan GMT akan memaksakan negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju. Sehingga GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju. 

"Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham," ucap Bahlil.

Senada dengan pernyataan Menteri Investasi, Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darussalam, Dato Dr. Amin Liew Abdullah, menyatakan bahwa aturan GMT ini justru semakin tidak menyeimbangkan kondisi persaingan.

"Negara-negara berkembang masih perlu meningkatkan daya saing. Aturan GMT ini tidak hanya berdampak pada negara ASEAN saja, tapi juga ke negara berkembang lainnya. Kita perlu mempertimbangkan perbedaan kondisi tiap negara yang unik dan juga memastikan semua negara memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan dan menciptakan pertumbuhan ekonominya masing-masing," kata Amin.
 
Sementara Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyebut berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan pajak minimum global (global minimum tax).
 
Menurut Menkeu, Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi. Menurutnya, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi. 

"Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi berbagai insentif fiskal untuk mencegah race to the bottom," kata Sri Mulyani, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, dikutip pada Selasa (6/6/2023).

Editor : Jeanny Aipassa
Artikel Terkait
Nasional
8 jam lalu

Kuota Elpiji Subsidi Ditambah 350.000 Ton, Bahlil: Nggak Tambah Anggaran

Nasional
23 jam lalu

Bahlil Ungkap Kuota LPG Subsidi Ditambah 350.000 Ton, Antisipasi Lonjakan saat Nataru

Nasional
1 hari lalu

Prabowo Panggil Purbaya hingga Bahlil ke Istana, Bahas Subsidi LPG

Nasional
2 hari lalu

Bahlil Soal Isi Pertemuan dengan Purbaya: Bahas Subsidi LPG hingga Stok BBM

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal