Porsi Malaysia dan Singapura sebagai negara tujuan akhir ekspor dari Sumatera Utara sangatlah kecil yakni kurang dari 2 persen.
Erick mencatat, ekspor barang yang transit ke negara lain, sangat merugikan perekonomian. Praktik ini membuat ekspor Indonesia kurang kompetitif karena harus menanggung biaya logistik yang mahal serta makan waktu. Selain itu, Indonesia juga harus kehilangan banyak devisa.
Selain merugikan pelaku ekspor, transshipment ini membuat Indonesia kehilangan lebih banyak devisa. Jasa layanan kapal kontainer selama ini dibayar dalam mata uang asing (dollar AS).
Data Bank Indonesia mencatat, dari 6,286 miliar dolar AS defisit neraca jasa transportasi Indonesia pada 2021, sebesar 6,232 miliar dolar AS (99 persen) disumbangkan oleh defisit pada biaya pengangkutan barang (sea freight).