Mufti juga meminta Bahlil untuk mencermati perusahaan tambang yang berafiliasi dengan MIND ID. Hal itu berkaitan dengan skandal atau kasus korupsi yang motifnya hampir sama dengan yang terjadi di Timah.
Mufti bilang, sebagai bentuk mitigasi, hari ini KPK yang juga kejar-kejaran dengan Kejagung seakan saling ingin mendahului kasus yang tidak kalah besar ini.
"Jadi harapan kami mohon dicermatin semua perusahaan tambang yang terkait dengan MIN ID, yang terafiliasi dengan ID untuk diperhatikan dengan skandal atau isu-isu yang saya sampaikan tadi untuk sementara dicabut atau dihentikan sementara waktu sampai ini benar-benar tuntas. Karena yang kami dengar, kami tahu bahwa, nilainya jauh lebih besar dari korupsi di timah yang tentu ini dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat," ucapnya.
Sementara itu, Bahlil mengaku belum mengetahui pasti duduk perkara kasus tata niaga Timah tersebut lantaran saat ini pihaknya masih melakukan kajian. Menurut Bahlil, dirinya beserta deputinya akan terus mempelajari kasus ini.
"Saya kan belum tahu duduk perkara yang sesungguhnya, kita lagi mengkaji sampai sekarang. Saya juga lagi bingung, dia ini mengerjakan di atas IUP-nya atau di atas IUP yang lain. Dan sekarang tim kami di deputi saya lagi mempelajarinya," tutur Bahlil.
Terkait dengan penerbitan IUP, Bahlil menuturkan bahwa Kementerian Investasi sejatinya hanya berperaan di penerbitan lewat OSS. Masalah teknis seperti luasan lahan hingga titik koordinat tambang ada di Kementerian ESDM.
"Kami itu hanya meneken IUP di ujungnya lewat OSS. Tapi kebijakan berapa luas lahannya, titik koordinatnya di mana, bagaimana proses mendapatkan, itu tetap di menteri teknis, bukan di Menteri Investasi," ucapnya.
Setelah dokumen dari Kementerian ESDM dikirim ke Kementerian Investasi, katanya, barulah IUP diterbitkan. Ia menyebut urusan teknis seperti proses lelang dan sebagainya bukan menjadi domain Kementerian Investasi.
Sementara itu, soal kerugian yang mencapai Rp271 triliun, Bahlil mengaku tidak tahu dasar hitungannya dari mana. Angka tersebut, sambungnya, berasal dari aparat penegak hukum.
"Itu kan hukum ya, dan kita kan tidak tahu dasar hitungannya dari mana, itu mungkin aparat penegak hukum yang tahu dasar hitungannya," pungkas Bahlil.