Tak hanya itu, dia juga mengambil langkah 'bersih-bersih' koruptor di internal perusahaan. Langkah itu masih terus masifkan hingga sekarang.
"Saya yakin ini proyek lama, ya maksudnya bukan zaman saya karena itu kenapa zaman saya untuk karya-karya yang tidak sehat kita perbaiki. Kan kalau ada korupsi di karya-karya yah kita bekerjasama untuk kita pastikan oknum-oknumnya itu bertanggung jawab," tutur dia.
Kasus lama, kata Erick, menjadi beban. Lantaran direksi sebelumnya meninggalkan 'dosa masa lalu' yang harus diselesaikan dan dibenahi pemegang saham dan direksi saat ini.
Dia menegaskan persoalan lama jangan dipandang sebagai 'dosa' manajemen saat ini. Apalagi, membesar-besarkan perihal utang BUMN.
"Supaya gini lho, beban hari ini seakan-akan tercerminkan ini dosa hari ini. Ini selalu kalau saya cek dari data-data, persepsi, seakan-akan BUMN ini utangnya jumbo. Padahal kalau kita lihat, utang BUMN itu Rp1.600 triliun, modalnya Rp m3.200 triliun, tapi tidak pernah ada yang nulis modal jumbo, pasti cuma hutang jumbo, sama juga ketika kita bicara utang BUMN, seakan-akan BUMN ini bangkrut semua," kata Erick.