“Efisiensi daripada membangun infrastruktur industri dari bandara kita harus naikin kelas kita,” paparnya.
Menurutnya, Indonesia harus menyesuaikan bisnis bandaranya. Selain bisa bersaing dengan Bandara Changi di Singapura, beberapa bandara di Indonesia juga over capacity alias kelebihan kapasitas.
Bandara yang dipandang sudah over capacity adalah bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Selain itu potensi kelebihan kapasitas juga terjadi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
“Singapura terminal terbarunya wow!
Kita harus mulai dapatasi bangaun bandara berskala intenrnsional. Di jakarta setelah Covid udah over capacity,” ucap Erick.
“Bali juga sudah mulai over capacity. Apalagi kita lihat mandalika, Labuan Bajo jadi potensi, jadi mau gak mau harus kita terus tingkatkan karena ini sebagai income ke depan,” turur dia.
PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney sebelumnya menawarkan dua opsi untuk mengintegrasikan bisnis AP I dan AP II. Kedua opsi tersebut adalah merger dan pendirian Subholding Airport Co.
Direktur Utama InJourney, Dony Oskaria, menyebut kedua opsi tersebut akan dipilih salah satunya, setelah proses penyetaraan kedua operator bandara pelat merah tersebut. Adapun proses penyetaraan terkait dengan komersial, aturan (policy), standard operating policy hingga struktur organisasi.