WASHINGTON, iNews.id - Aplikasi berbagi video pendek asal China, TikTok kini semakin hangat diperbincangkan. Pasalnya, di tengah ancaman blokir oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, aplikasi milik ByteDance itu menjadi rebutan raksasa teknologi Negeri Paman Sam.
Bermula pada awal Agustus 2020, Microsoft yang dikabarkan mencari cara untuk mengakuisisi operasional TikTok di AS akhirnya mendapatkan dukungan penuh dari Trump. Dia meminta agar Microsoft membeli seluruh saham TikTok bukan hanya minoritas, agar bisa mengatasi kekhawatiran atas kontrol pemerintah China lewat aplikasi itu
Tak berselang lama, Twitter juga menyusul Microsoft dalam upaya mendekati ByteDance untuk menyatakan minatnya dalam mengakuisisi operasi TikTok di AS. Namun, peluangnya dipandang kecil di tengah pengawasan antitrust oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS.
Menghadapi berbagai tawaran yang datang, Trump memberikan napas untuk ByteDance agar dapat menentukan pilihan ke perusahaan mana TikTok akan didivestasikan. ByteDance diberikan perpanjangan waktu untuk melepas bisnis di AS dalam 90 hari ke depan, dari yang semula hanya 45 hari hingga 15 September 2020, jika gagal maka TikTok akan resmi diblokir.
Tak hanya sampai di situ, perusahaan teknologi AS lainnya muncul dan ikut dalam perlombaan akuisisi tersebut. Oracle, baru-baru ini juga turut menyatakan minatnya untuk membeli operasional TikTok di wilayah Amerika, Australia dan Selandia Baru. Serupa dengan Microsoft, Oracle juga mendapatkan dukungan langsung dari Trump.