"DJKA juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek. Diskusi publik ini akan dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat," katanya.
Adapun, wacana tersebut termuat dalam Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025.
Adapun, belanja Subsidi PSO Tahun Angaran 2025 untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencapai Rp4,79 triliun. Secara rinci, anggaran subsidi ini untuk operasional KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.
Namun, wacana ini heboh di media sosial X. Warganet menyampaikan ketidaksetujuan terkait rencana penerapan tarif KRL berbasis NIK.
"Kalau tarif KRL mau dinaikkan jadi Rp5.000,- untuk 25 km pertama, saya setuju. Tapi kalau untuk pemebdaan subsidi, enggak. Sama sekali enggak setuju," tulis akun @6_arung.
"Misal tarif krl naik 1000 itu gak masalah tapi kalo naiknya sampai 2000 itu akan jadi beban banget untuk orang yg setiap harinya mengandalkan krl untuk pp kerja. Seharusnya transportasi publik disubsidi biar tarif ttp murah untuk semua kalangan agar masyarakat bralih ke transpblk," cuit akun @wahyuhidayatSTR.