Satu-satunya faktor yang hilang dari karakterisasi sebagai negara emerging market, kata Dembik, adalah krisis mata uang, dengan pound Inggris memegang teguh meski ada tantangan ekonomi makro.
"Itu hanya turun 0,70 persen terhadap euro dan 1,5 persen terhadap dolar AS selama seminggu terakhir. Taruhan kami: setelah selamat dari ketidakpastian Brexit, kami tidak melihat apa yang bisa mendorong poundsterling jatuh bebas," katanya, dikutip dari CNBC International, Rabu (10/8/2022).
Namun, dia memperkirakan, semua indikator utama menunjukkan lebih banyak rasa sakit bagi ekonomi Inggris di masa depan. Misalnya, pemesanan mobil baru – sering dianggap sebagai indikator utama kesehatan ekonomi Inggris – turun dari 1,835 juta pada Juli 2021 menjadi 1,528 juta bulan lalu.
"Ini merupakan level terendah sejak akhir 1970-an. Resesi akan panjang dan dalam. Tidak akan ada pelarian yang mudah. Ini yang paling mengkhawatirkan menurut kami. Bank of England menilai kemerosotan akan berlangsung dengan PDB masih 1,75 persen di bawah level saat ini pada pertengahan 2025," tutur Dembik.
"Apa yang tidak dilakukan oleh Brexit dengan sendirinya, Brexit ditambah dengan Covid dan inflasi yang tinggi telah berhasil dilakukan. Ekonomi Inggris hancur," imbuhnya.