Saat ini, lanjutnya, kontribusi RCEP hanya sekitar 2 persen dari total aktivitas perdagangan negara-negara anggotanya. RCEP memiliki potensi besar untuk meningkatkan aliran perdagangan di kawasan.
"Dialog ini menjadi momentum penting untuk mendorong integrasi ekonomi regional, sehingga kita bersama-sama mampu menghadapi beragam tantangan global,” kata Arsjad.
Menurut dia, diperlukan tindakan nyata untuk membuat ASEAN dan RCEP mampu menghadapi tantangan global, dan mewujudkan visi kesejahteraan yang sama.
Sementara itu, Mitra Manajemen Kantor McKinsey & Company untuk Asia Tenggara, Kaushik Das, menyampaikan saatnya ASEAN untuk bersinar sebab RCEP menjadi sinyal kuat dukungan wilayah ini bagi sistem perdagangan multilateral.
“RCEP akan  menempatkan ASEAN di garis depan pemulihan ekonomi global. Ini akan mendorong pelaku bisnis di wilayah ini untuk mengambil tindakan besar yang dapat menciptakan ekosistem berkelanjutan dan inklusif," kata Kaushik Das.
 
Dialog meja bundar RCEP menghadirkan panel diskusi dengan pembicara Khoon Tee Tan, sebagai mitra manajemen McKinsey & Company untuk Indonesia, Tan Sri Mohamed Nazir bin Tun Abdul Razak, Anggota Dewan ASEAN BAC, Ketua & Mitra Pendiri Ikhlas Capital, George T. Barcelon, Ketua Kamar Dagang & Industri Filipina, dan Anne Patricia Sutanto, Manajer Kebijakan ASEAN-BAC bidang Fasilitasi Perdagangan serta Ketua Komite Tetap KADIN mengenai Perjanjian Internasional.
Diskusi panel itu membahas dengan mendalam langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk mencapai tujuan RCEP, menjelaskan peluang dan tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh untuk mewujudkan visi RCEP.
Sebagai puncak acara, Task Force Gabungan RCEP menghimpun donasi para pemimpin industri dari negara-negara anggota RCEP untuk mempercepat visi RCEP dan membuka jalur perdagangan bernilai lebih dari 100 miliar dolar AS setiap tahun hingga tahun 2030.