Menurut Budi, hal ini sangat berbahaya bagi penumpang. Karena jika salah satu dari penumpang ada yang terinfeksi virus covid-19 meskipun tanpa gejala, maka seluruh penumpang dan sopirnya kemungkinan besar akan terinfeksi juga
“Karena kendaraan travel gelap biasanya mengabaikan batasan kapasitas muatnya, jadi bisa dibayangkan semua duduk tanpa jarak dalam waktu berjam-jam sampai ke tempat tujuan, daerah kalau ada yang OTG bisa kena semuanya,” kata Budi.
Selain itu lanjut Budi, para penumpang juga tidak dicover asuransi dari Jasa Raharja. Sehingga apabila terjadi kecelakaan tidak ada cover asuransi dari Jasa Raharja.
“Kemudian kendaraan ini bagi penumpangnya tidak di cover jasa raharja, jadi kalau ada kecelakaan penumpangnya tidak ke cover jasa raharja,” tutur Budi.
Dia mengungkapkan, Kemenhub akan menindak tegas travel gelap, karena jika dibiarkan maka akan menggerus ekosistem transportasi umum. Hal itu, juga akan menurunkan minat masyarakat dalam menggunakan transportasi umum.
Meskipun angkutan umum yang berizin tarifnya jauh lebih murah. Namun masyarakat akan memilih travel gelap yang memiliki tarif tinggi namun dengan kemudahan-kemudahan yang diberikannya.
“Kalau ini dibaiarkan akan rusak ekosistem bagaiman ketergantungan masyarakat menggunakan kendaraan angkutan umum, karena meski tarif tinggi tapi mungkin ada kemudahannya dan sebagainya,” ujar Budi.