"Perajin rumahan itu sehari beli kedelai 20 kg. Untuk modal dagang biasanya beli Rp9.000-10.000 per kg. Anggaplah kalau mereka beli di harga Rp10.000 kg, kemudian dijual dibikin tahu tempe mereka dapat Rp250.000. Yang Rp50.000 dipakai makan, Rp200.000 buat beli kedelai lagi buat besok. Ternyata, besoknya harga kedelai naik, enggak cukup uang Rp200.000 itu untuk esok harinya," tuturnya.
Gakoptindo sebenarnya tak berharap para perajin skala kecil itu mogok produksi. Ini mengingat Kementerian Perdagangan sudah berupaya menaikan harga tahu tempe di pasaran.
"Kami tidak mau sampai ada mogok produksi sebenarnya. Kasihan masyarakat juga. Rencana ini mereka buat sebelum Pak Dirjen Kemendag rapat dengan kami. Bebarengan sebenarnya. Kami rapat, kelompok perajin itu juga rapat," ujar Aip.
"Barusan Pak Dirjen telpon saya. 'Pak Aip jangan jadi mogoknya, kan kami sudah dibantu'. Lalu saya bilang ke Pak Dirjen, 'mereka itu ngumpulin orang tidak mudah'. Saya jadi serba salah jadinya. Bukan maunya saya begitu," kata dia.
Meski begitu, Aip mengatakan, dia akan tetap berusaha supaya aksi mogok produksi tidak dilakukan para perajin tahu tempe demi kepentingan banyak pihak.