Adha mengatakan dulu saat sebelum sepi peminat sempat memiliki 10 karyawan untuk mengerjakan ratusan pasang sepatu kulit per bulan. Sayang, kini ia hanya mempekerjakan karyawan lepas dan mengerjakan sepatu untuk pesanan saja, serta menunggu stok berkurang dulu.
"Dulu sampai sempat 10 karyawan. Pesanan banyak buat toko juga. Harga dari saya berapa terserah dia jual berapa yang penting cash. Produksi dulu per bulan bisa sampai 500 sampai 600 pasang per bulan. Dulu penjualannya cepat, sekarang mah teler," ucap dia.
Lebih lanjut, Adha membeberkan kunci sukses bertahan meski gempuran produk sepatu China yang lebih murah terus menghantam usahanya. Adalah tidak pernah berutang ke bank dan ngontrak
Pasalnya, selama 37 tahun berprofesi sebagai pengrajin dan penjual sepatu kulit lokal dan melewati badai krisis moneter 1998 silam, ia tak pernah meminjam modal ke bank.
"Kuncinya tidak ngutang di bank saja. Soalnya kalau ngutang di bank kita ngejar-ngejar pembayarannya. Sudah itu tidak ngontrak. Jalanin saja putar-putar, mending ngutang di toko bahan," kata Adha.