JAKARTA, iNews.id - Krisis properti China dikhawatirkan menjadi ancaman baru bagi pertumbuhan ekonomi global setelah konflik geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19, juga perubahan iklim. Tak main-main, krisis properti China diperkirakan berdampak menekan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, terutama negara-negara berkembang.
Industri properti di China saat ini sedang dalam kondisi yang cukup sulit. Banyak pengembang yang tidak bisa melanjutkan pembangunan yang diakibatkan oleh pembatasan pinjaman kepada lembaga keuangan.
Hal tersebut merupakan turunan dari kebijakan yang disebut "tiga garis merah". Tujuannya untuk mengempeskan gelembung properti di China yang sudah terjadi selama beberapa dekade belakangan.
Kebijakan tersebut memiliki tujuan ganda. Pertama, mengurangi ketergantungan ekonomi yang berlebihan pada properti. Kedua, meredam spekulasi yang membuat harga rumah di luar jangkauan banyak orang di kelas menengah.
Managing Director Teneo, Perusahaan Analisis Risiko, Gabriel Wildau, mengatakan krisis properti yang terjadi di China merupakan ulah dari kebijakan pemerintah.