“Indonesia mengandalkan produk impor sebagian besar untuk alat kesehatan kompleks, sedangkan produk ekspor sangat terbatas. Kita punya segalanya di negara ini. Tapi, hampir seluruh impor alat kesehatan Indonesia terus meningkat, dengan urutan dari tertinggi adalah Electrodiagnosis Devices 87 juta dolar AS, Ultrasonic Scanning Devices 70 juta dolar AS, dan Needles, catheters, cannula and more 43 juta dolar AS,” tuturnya.
Menurutnya, industri kesehatan di Indonesia memiliki potensi besar. Karena itu, pemerintah membuka peluang untuk investasi di bidang kesehatan. Dengan dukungan untuk pengembangan industri kesehatan, dia yakin akan mengurangi ketergantungan pada impor.
"Belajar dari pengalaman penanganan pandemi Covid-19, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada impor sehingga industri kesehatan adalah salah satu area prioritas untuk investasi," ujarnya.
Pemerintah pun telah melakukan kerja sama dengan tiga perusahaan alat kesehatan, yaitu PT Tawada Healthcare dalam pengadaan dan pemanfaatan lahan untuk sarana produksi alat kesehatan dalam negeri, PT Siemens Healthineers dalam bidang pendidikan dan alih teknologi alat Kesehatan, dan PT Binabakti Niagaperkasa kerja sama di bidang alih teknologi alat kesehatan.
Kerja sama ini akan bernilai sekitar Rp110 miliar. Penandatanganan Letter of Intent (LOI) dengan tiga perusahaan ini adalah tindak lanjut dari kegiatan klarifikasi dan konfirmasi investasi alat kesehatan di Indonesia pada 22-23 November 2021 dalam rangka mewujudkan kemandirian alat kesehatan di Indonesia.
Ketiga perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang telah nyata menjalankan produksi alat kesehatan di Indonesia. Selain perusahaan-perusahaan tersebut, diharapkan masih ada sekitar 30-an perusahaan lagi yang segera menyusul untuk berinvestasi dan melaksanakan produksi alat kesehatannya di Indonesia.