Menurut Gulat, sebenarnya pemerintah tak perlu menaikkan DMO menjadi 450 ribu ton dari semula 300 ribu ton per bulan. Sebab, pada dasarnya kebutuhan minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat Indonesia per bulan hanya 300 ribu ton.
Kata dia, kekurangan ini disebabkan karena banyak masyarakat yang beralih dari membeli awalnya minyak goreng premium ke Minyakita yang harganya lebih murah dan berkualitas.
"Tetapi kok 300 ribu ton per bulan masih kurang. Karena itu tadi peralihan konsumsi minyak premium menjadi minyak kita," kata Gulat.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebaiknya pemerintah memberikan kebijakan tindakan afirmatif guna tujuan tertentu untuk saat ini. Hal itu supaya dapat merangsang eksportir untuk melakukan ekspor. Adapun cara dengan menurunkan bea keluar.
"Affirmation action ini kami anggap semacam perangsang supaya terjadinya ekspor dan pasokan DMO akan kembali normal," ujar Gulat.
Menurut dia, masalah tersbeut harus diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. "Sebenarnya cukup sederhana saja diberikan saja kemudahan atau penurunan bea keluar dalam waktu tertentu kepada eksportir itu akan merangsang mereka untuk kembali bergeliat untuk mengekspor. Ini yang kami harapkan," tutur Gulat.