Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala menuturkan, gambaran yang mengerikan untuk negara-negara miskin yang berjuang mendapatkan pasokan makanan yang ketat juga berarti negara-negara tersebut akan kalah bersaing.
"Di tengah persaingan yang ketat untuk makanan, dan input utama seperti pupuk, ada risiko pasokan dapat dialihkan dari negara-negara miskin ke negara-negara kaya, mengulangi pengalaman untuk vaksin Covid-19," ucapnya.
Dia pun mendesak banyak negara untuk lebih bekerja sama daripada melawan satu sama lain demi menyelesaikan krisis pangan.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan, G20 harus memimpin dengan memberi contoh dan menyerukan kepada negara-negara lain untuk menghindari tindakan kontraproduktif, seperti menimbun makanan dan pasokan utama, serta memberlakukan pembatasan ekspor yang dapat mendistorsi pasar dan selanjutnya menaikkan harga.
Statistik melukiskan gambaran yang mengerikan, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dalam diskusi yang sama. Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu mengatakan, indeks harga pangan FAO telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa dan merekomendasikan rencana empat poin termasuk lebih banyak investasi di negara-negara yang terkena dampak paling parah.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, negara-negara G20 perlu menggali lebih dalam dan menemukan solusi yang lebih baik.
"Kita perlu menggunakan semua kapasitas kita melawan pembatasan perdagangan, mengangkat suara kolektif kita bahwa itu tidak hanya tidak bermoral tetapi berbahaya jika makanan tidak sampai ke tempat yang seharusnya," ucapnya.
"Kami ingin melihat peningkatan pasokan makanan internasional termasuk negosiasi untuk mengeluarkan biji-bijian dari Ukraina ke tempat yang dibutuhkan, dan kami perlu mendukung produksi, penyimpanan, dan distribusi makanan," imbuh dia.
Selama pertemuan G-20, Georgieva, Qu dari FAO, Okonjo-Iweala dari WTO, serta presiden Grup Bank Dunia David Malpass dan direktur eksekutif Program Pangan Dunia David Beasley, mengeluarkan pernyataan bersama yang menyerukan tindakan global yang mendesak terhadap krisis pangan.
"Pada Juni 2022, jumlah orang yang rawan pangan akut yang aksesnya ke pangan dalam jangka pendek telah dibatasi hingga nyawa dan mata pencaharian mereka terancam," ujar mereka.
Namun Georgieva juga memperingatkan komunitas global agar tidak menyalahkan krisis pangan hanya pada tantangan saat ini, seperti perang atau pandemi. Perubahan iklim, kata dia, juga telah berkontribusi pada masalah dari waktu ke waktu.
"Krisis saat ini sudah ada sebelum perang. Mengapa? Karena goncangan iklim yang secara dramatis mengurangi produksi makanan di banyak tempat," katanya.