Selain itu, ada juga pelaku usaha beranama Qori yang mengaku menggunakan pertalite untuk bekerja. Pembatasan konsumsi ini pun sangat dikhawatirkan berdampak pada pendapatannya.
"Sudah tahu, per 1 Oktober kalau tidak salah (pembatasan pertalite). Kebetulan saya pakai pertalite, saya tidak setuju karena sehari hari kita menggunakan pertalite, sedangkan untuk bisnis ini kan saya mobile juga, nah itu pakai pertalite," tutur dia.
Sebagai pelaku usaha, Qori khawatir kebijakan ini akan berdampak pada keberlangsungan usahanya ketika harus mengeluarkan belanja modal yang lebih dengan harga BBM yang lebih tinggi. Sedangkan. tidak ada income tambahan terhadap usahanya.
"Jadi takutnya nanti terlalu banyak pengeluaran, tapi incomenya sedikit," ucap Qori.
Masyarakat lainnya, Joni yang juga sehari-hari menggunakan pertalite menyampaikan keberatannya jika pembelian pertalite harus dibatasi atau bahkan dihilangkan. Karena akan berdampak langsung terhadap masyarakat terutama yang berpenghasilan tanggung, yakni tidak masuk kategori masyarakat kelas atas, namun tidak masuk spesifiasi masyarakat kelas bawah.
"Kalau buat saya kayaknya kurang setuju, karena hampir rata-rata orang berpenghasilan seperti saya, cuman untuk beli bahan bakar. Kalau itu mau diterapkan atau dihilangkan ya agak berat," kata Joni.