Arifin menjelaskan bahwa kandungan sulfur pada BBM yang diperjualbelikan saat ini masih tinggi yakni sekitar 500 ppm (part per million). Padahal, standar yang diterapkan, yaitu EURO 5, seharusnya sudah di bawah 50 ppm.
"Kalau sekarang kita kan masih 500 PPM-an. Kalau standarnya EURO 5 kan sudah harus di bawah 50," kata Arifin.
Arifin menegaskan, pemerintah berani mengkaji penurunan kadar sulfur bagi BBM ini dikarenakan ketersediaan anggaran yang memadai. Meski ia mengakui kilang minyak di Balikpapan, belum rampung sehingga membutuhkan anggaran.
"Tapi menuju itu kan ongkosnya ada. Tapi kilang kita belum kelar sih yang di Balikpapan," ucapnya.
Sebelumnya, Arifin juga menyebutkan pemerintah belum tentu melaksanakan pembatasan penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Agustus besok. Sebab, saat ini pemerintah tengah mengkaji terlebih dahulu guna penerapannya menjadi tepat sasaran terhadap masyarakat.
"Arahnya ke kita kan mau tepat sasaran, lagi diperdalam lagi. Kita lagi mempertajam dulu, mempertajam datanya," kata Arifin.