Perseroan juga tidak memiliki utang bank jangka panjang. Di sisi lain, total ekuitas perseroan mengalami sedikit penurunan dari Rp878,18 miliar menjadi Rp833,27 miliar pada kuartal III 2025.
“Meskipun perseroan tetap mampu menunjukkan kinerja operasional dan finansial yang memuaskan pada kuartal III 2025 namun hal tersebut belum mencapai ekspektasi perseroan. Dikarenakan RKAB Perseroan yang saat ini masih dalam proses pengajuan, sehingga hal itu menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Perseroan tahun ini,” katanya.
Perseroan memperkirakan pada kuartal IV tahun 2025 ini, harga nikel masih bergerak fluktuatif imbas dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat yang masih menghantui stimulus ekonomi global ditambah dengan adanya kelebihan pasokan yang dapat menambah tekanan pada harga nikel.
Namun, industri nikel domestik memiliki peluang strategis dimana adanya ketegangan antara China dan negara barat yang membuat banyak negara mencari alternatif pasokan logam kritis, Indonesia dapat memanfaatkan peluang itu sebagai pemain kunci non-China.
Hingga akhir 2025, Ruddy menyebut bahwa pihaknya menargetkan produksi gabungan sebesar 2,6 juta ton ore seiring pelaksanaan program pengeboran lanjutan guna menambah cadangan sumber daya.
Selain itu, Perseroan memperluas kerja sama strategis dengan smelter dan trader di wilayah Sulawesi, Pulau Obi, dan Halmahera. Langkah ini didukung oleh penguatan kemitraan jangka panjang yang bertujuan memperkokoh posisi pasar, mempercepat distribusi, serta menjaga stabilitas penjualan di tengah fluktuasi harga nikel global.