Direktur Eksekutif SUML Ashila Dandeniya mengatakan, para perempuan itu sangat putus asa untuk menghidupi anak-anak mereka, orang tua atau saudara mereka. Akibatnya, menjadi PSK adalah salah satu dari sedikit profesi yang tersisa di Sri Lanka demi bisa menghasilkan uang dengan cepat.
Beberapa faktor telah berkontribusi pada pergeseran ke arah perdagangan seks, yang utama adalah inflasi sangat tinggi yang menurunkan upah yang sudah merosot di industri tekstil. Hal tersebut ditambah dengan kelangkaan bahan bakar, makanan dan obat-obatan.
Mirisnya, laporan juga menunjukkan, karena kelangkaan akut pada komoditas penting, perempuan dipaksa untuk barter makanan, obat-obatan dengan seks oleh pemilik toko lokal.
Perdagangan seks, kata laporan tersebut, berkembang pesat di lokasi yang dekat dengan zona industri dekat Bandara Internasional Bandaranaike Kolombo, yang diduga berada di bawah perlindungan dan peraturan polisi. Banyak dari perempuan-perempuan ini dipaksa tidur dengan petugas polisi oleh pemilik rumah bordil sebagai pengganti perlindungan mereka.
Sementara laporan juga menyebutkan, para perempuan malang itu dipaksa melakukan hubungan seks yang tidak aman karena desakan klien, mulai dari akademisi hingga anggota mafia. Mereka tidak memiliki pilihan lain karena pekerjaan di bidang pertanian juga telah menyusut tajam.
Hasil pertanian, menurut laporan, anjlok hingga 50 persen tahun lalu. Sebagian besar lahan pertanian negara itu dibiarkan kosong oleh rezim Rajapaksa yang melarang pupuk kimia pada Mei 2021, yang semakin menambah kesengsaraan rakyat.