"Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, musuh utama kita adalah climate change, sehingga kita harus beradaptasi, program-program kita harus diarahkan kesana," tutur Herry.
Menurutnya, biaya untuk membangun rumah hijau sebetulnya tidak memiliki selisih yang jauh dibandingkan dengan rumah-rumah konvensional. Sehingga diharapkan program IGAHP juga bisa dimanfaatkan oleh para pengembang dalam menciptakan rumah rendah emisi bagi MBR.
Bahkan dijelaskan Herry, selisih biaya membangun rumah hijau hanya 2 persen lebih mahal dibandingkan dengan rumah konvensional. Hal itu dapat dilakukan melalui pemanfaatan material, air, dan energi.
Memang secara proses konstruksi maupun instalasi, rumah hijau tentu lebih mahal jika dibandingkan dengan perumahan konvensional. Namun hal tersebut bisa kompensasi dengan iritnya pengeluaran bulanan untuk membayar listrik, misal menggunakan solar panel, penghematan air karena sistem daur ulang air sudah memadai, dan lainnya.
"Mereka kan bayar listrik juga, tapi listriknya sebagian dari atas (matahari), nah penghematan (listrik) dipakai untuk membayar, awal memang tetap ada tambahan," ucap dia.
Sekadar informasi, konsep IGAHP terdiri atas beberapa komponen yaitu pembiayaan perumahan (housing finance) yang mencakup demand side dan juga supply side, konsep baru green housing, green housing adaptation, sampai dengan pengeluaran tematik bonds/obligasi. Harapannya, konsep IGAHP dapat menghemat air minimum 20 persen hemat energi minimum 20 persen, dan juga dapat mengurangi efek rumah kaca sebesar 29 persen.