"Karena dalam sebuah perkembangan ekonomi yang sehat, urbanisasi (perkembangan perkotaan) terutama di kota-kota sekunder dan tersier, adalah mesin pertumbuhan yang seyogyanya memberikan sumbangan terbesar pada pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Thomas, dalam keterangan di jakarta, Jumat (14/7/2023).
Dia mengungkapkan. pertumbuhan ekonomi menjadi persoalan itu klasik karena kecenderungan melihat segala sesuatu hanya dari penampakan angka dan statistik semata.
“Kita suka terpukau sama angka dan statistik yang kelihatannya bagus, sampai kita buta pada fakta di depan kita yang kasat mata. Gelapnya banyak kota sekunder dan tersier di malam hari, menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang tidak merata,” kata Thomas.
Dia menjelaskan, variabel ekonomi makro seperti produk domestik bruto (PDB) juga kerap membuat banyak kalangan melupakan persoalan komposisi pertumbuhan. Meski PDB Indonesia memang masuk kategori salah satu yang paling tinggi di antara negara-negara besar di dunia, lanjutnya, harus diperhatikan juga persoalan angka agregat sektor dan daerah yang masih timpang.
“Angka seperti itu (PDB) adalah angka agregat yang menyembunyikan komposisi pertumbuhan. Struktur pertumbuhan kita sekarang adalah segelintir sektor dan daerah yang pertumbuhannya kencang, sementara lebih banyak lagi sektor dan daerah yang pertumbuhannya rendah bahkan stagnan. Ketimpangan adalah salah satu tantangan utama kita saat ini,” tutur Thomas.