Sebelum diusir dari ruang sidang, Silmy menjelaskan tidak efektifnya proyek Blast Furnace adalah tidak adanya fasilitas basic oksigen furnace.
Dia menyebut, pada 2008, Krakatau Steel memiliki fasilitas hulu berupa direct reduction plant, slab steel plant, dan billet steel plant.
Saat itu, manajemen Krakatau Steel berhitung bahwa pengembangan kapasitas baja dimulai dari fasilitas hulu dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas eksisting.
Pertimbanganya, jika perusahaan membangun Blast Furnace dengan teknologi basic oksigen furnace, maka KRAS harus mendemolisi fasilitas eksisting, sehingga diputuskan pembangunan blast furnace dengan integrasi atau modifikasi fasilitas yang ada.
Hanya saja, dalam proses produksinya, khususnya produksi hot metal dalam menghasilkan slab internal, didapati hasil produksi slab lebih mahal dibandingkan harga slab pasar. Bahkan, lebih tinggi dibandingkan harga jual HRC.