Dia mengatakan, tidak adanya ekspor timah ini bakal memukul daya beli masyarakat, karena komoditas timah merupakan komoditas utama masyarakat di Bangka Belitung sudah berpuluh tahun lamanya.
"Bila tidak ada ekspor dan tidak ada perubahan kebijakan atau langkah-langkah cepat yang diambil pemerintah, hal ini bisa berdampak luas secara makro ekonomi, tidak hanya perusahaan atau pengusaha, tapi juga masyarakat luas di Babel," ucap dia.
"Perputaran ekonomi di Bangka Belitung bisa sangat terganggu, daya beli masyarakat terus menurun di tengah situasi harga bahan pokok juga naik, tentunya ini berat sekali," tuturnya.
Selain itu, banyak perusahaan tambang timah belum kunjung beroperasi karena belum terbitnya Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
“RKAB perusahaan tambang timah juga banyak yang belum disetujui, ini juga yang bikin perusahaan tidak bisa produksi,” katanya.
Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral Batu Bara, Bambang Suswanto menegaskan, belum disetujuinya RKAB tersebut karena perusahaan timah belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang telah ditetapkan.
“Pelaku usaha yang belum bisa melengkapi persyaratan yang sudah ditetapkan yang belum bisa disetujui RKAB-nya. Tapi sekarang sudah ada yang disetujui,” kata Bambang.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR minggu lalu, Ditjen Minerba telah mengeluarkan persetujuan sebanyak 15 RKAB perusahaan tambang timah dengan perkiraan produksi mencapai 46 ribu ton bijih timah. Perkiraan produksi timah dari 15 RKAB tersebut setara dengan 60-65 persen kapasitas produksi timah tahun lalu yang mencapai 74.000 ton bijih timah.
Terkait dengan banyaknya smelter yang tidak beroperasi, Kepala Disnaker Provinsi Bangka Belitung Elius Gani mengatakan ratusan karyawan smelter dirumahkan Kamis (28/3/2024).
Menurut Elius, kondisi pertimahan di Kepulauan Babel yang mengalami kemerosotan tidak hanya menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri sektor pertimahan. Tetapi berdampak kepada perekonomian masyarakat di provinsi penghasil bijih timah nomor dua terbesar dunia tersebut.