Kebijakan countercyclical penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi membuat rasio utang meningkat, yakni pada 2020 sebesar 39,4 persen terhadap PDB dan 2021 sebesar 40,7 persen terhadap PDB.
Bahkan, angka tersebut berada jauh di bawah rasio utang negara berkembang lainnya. Adapun rasio utang China pada 2021 menyentuh 71,5 persen.
Fakta ketiga, pemerintah pun disebut patuh terhadap pada fiscal rule. Konsekuensinya, kenaikan PDB Indonesia lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi daripada PDB.
Fakta keempat, efek pengganda yang besar. Dalam kurun waktu 2018 hingga 2022, ketika dunia mengalami krisis karena pandemi, utang pemerintah mampu menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian sebesar 1,34. Capaian ini dinilai lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS, China, dan Malaysia.
Fakta kelima, 73 persen utang Indonesia berasal dari SBN domestik atau dalam mata uang Rupiah. “Sehingga ini baik untuk menekan risiko pasar dari melambungnya nilai utang karena pelemahan rupiah,” ungkap Yustinus.