Keamanan Data Base
Bhima juga mengingatkan, kita perlu mewaspadai dampak ketika berbagai unicorn yang disuntik dana asing kian besar dan ekspansinya menggurita ke mana-mana. Sebagai perusahaan berbasis teknologi informasi (TI), para unicorn nasional tentu memiliki pusat data para pengakses aplikasinya. Dengan kepemilikan mayoritas, para investor asing ini dapat menguasai dan memanfaatkan database tersebut untuk kepentingan bisnis maupun lainnya.
“Data is the new oil,” ujar Bhima mengutip sebuah ungkapan.
Lebih dari itu, data sangat kru sial dalam perkembangan ekonomi dan kemandirian digital nasional. Di sisi lain, data juga sangat rentan disalahgunakan. Repatriasi keuntungan ke luar negeri turut menjadi isu penting karena investor asing membawa hasil keuntungannya keluar negeri.
“Model ini membuat primary income dalam transaksi berjalan kita semakin defisit. Dampaknya juga membahayakan bagi stabilitas kurs rupiah karena keuntungan bisnis dari Indonesia dikonversi ke mata uang lain,” papar Bhima.
Outsourcing digital juga marak dalam startup yang disuntik pemodal asing. Ada kecenderungan penggunaan tenaga kerja asing dengan outsourcing ahli teknologi informasi (TI) di luar negeri. Dalam konteks Go-Jek, misalnya, pengembangan TI-nya menggunakan tenaga outsourcing dari Bangalore, India.
Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait mengakui dominasi asing dalam bisnis yang berbasis penguasaan data publik secara jangka panjang bisa berisiko terhadap kedaulatan perekonomian nasional.
“Namun, harus diakui sekarang kita masih kekurangan pendanaan series B level ke atas bagi startup domestik sehingga kita masih butuh investor asing saat ini. Menjadi salah satu tantangan startup nasional juga,” ujar Jefri kemarin.
Meski begitu, Jefri berharap perusahaan besar lokal semakin banyak yang tertarik menjadi investor startup . Hal ini perlu didukung dengan insentif fiskal dan nonfiskal bagi perusahaan yang aktif memperkuat ekosistem dengan lebih cepat.
Ketua Umum Asosiasi e- Commerce Indonesia (idEa) Ignatius Untung menjamin, meski mayoritas investasi dari pihak asing, kendali operasional dan bisnis perusahaan tetap berada di tangan para pendirinya.
“Kan ada perjanjian kerja sama. Selama klausul itu ada, semestinya bisnis aman-aman saja,” katanya.
Di tempat terpisah, Public Relations Executive Bukalapak Miftachur Rochman mengaku belum bisa memberi tanggapan maupun data mengenai persentase kepemilikan saham di perusahaannya.
Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif, Hari Santosa Sungkari menyarankan agar para unicorn segera melaksanakan penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) demi tata kelola lebih baik.
“Kalau ingin melebar kan bisnis, perusahaan terbuka dan tercatat di pasar modal akan lebih mudah mendapat pendanaan di pasar modal,” ucap Hari.
Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Widya Yudha menyayangkan adanya unicorn yang mayoritas sahamnya dikuasai asing.
“Tapi mesti dicari juga formula regulasinya supaya karya anak bangsa bisa ber kem bang melalui kemandirian digital, perekonomian jangka panjang nasional aman, dan investor asing juga tidak lari,” katanya.