Menurutnya, dibutuhkan strategi untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital tersebut dengan cepat. Bila tak bergerak cepat, daya saing Indonesia diyakininya akan tergerus.
"Karena global player akan berjalan lebih cepat dari apa yang kita lakukan. Indonesia akan menjadi penonton, akan menjadi pasar dari para pelaku di luar Indonesia," terang Wimboh.
Apalagi, masih terdapat 4 tantangan besar yang harus dihadapi.
Pertama, jangkauan konektivitas. Belum seluruh wilayah di Nusantara memiliki koneksi Internet yang baik.
Kedua, tingkat literasi digital yang masih perlu ditingkatkan, terutama masyarakat di daerah yang belum bankable, para pelaku sektor informal dan UMKM.
Ketiga, semakin meningkatnya kejahatan cyber dan adanya potensi penyalahgunaan data pribadi dengan menggunakan teknik manipulasi data yang bervariasi.
"Dalam memitigasi hal ini, sangat dibutuhkan dukungan perundang-undangan dan peraturan pelaksana yang jelas, serta enforcement yang tegas," tutur Wimboh seraya menambahkan, jumlah talenta digital pun masih belum memadai.
OJK menyambut baik banyaknya startup yang bermunculan. Sebab, itu memberikan kemudahan kepada para entrepreneur, plus memberikan kenyamanan serta kualitas produk kepada konsumen. Saat ini, jumlah startup milik Indonesia lebih dari 2.100, dengan 4 unicorn dan 1 decacorn.
"Khusus untuk sektor perbankan, transformasi digital menjadi fokus kami ke depan agar menjadi lebih kompetitif, memiliki kualitas produk yang baik, layanan yang memuaskan dan coverage yang luas, sehingga lebih efisien serta meningkatkan daya saing industri perbankan di kancah nasional, regional dan global," tuturnya.