Kementerian PUPR sendiri menyalurkan bantuan pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Capaian Kementerian PUPR selama tiga tahun (2015-2017) dalam penyaluran FLPP & SSB mencapai 527.941 unit dan SBUM mencapai 282.729 unit.
Tahun 2018, subsidi FLPP dan SSB dialokasikan untuk 267.000 unit dan SBUM sebanyak 267.000 unit rumah. Untuk FLPP, Kementerian PUPR melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), Ditjen Pembiayaan Perumahan pada tahun 2018 akan menyalurkan KPR Subsidi melalui bank pelaksana sebesar Rp4,5 triliun yang terdiri Rp2,2 triliun berasal dari DIPA dan Rp2,3 triliun dari optimalisasi pengembalian pokok untuk 42.326 unit rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Tahun 2018, jumlah bank pelaksana sebanyak 40 bank terdiri dari enam bank nasional dan 34 bank pembangunan daerah (BPD) atau meningkat dibanding tahun 2017 sebanyak 33 bank.
Menteri PUPR mengatakan, keberhasilan penyaluran KPR subsidi FLPP tidak hanya diukur dari besarnya kredit yang tersalurkan, melainkan juga harus dilihat kualitas rumah subsidi yang dibangun pengembang, sehingga keluhan konsumen bisa direspons dengan baik.
“Penyaluran FLPP, SSB dan program pembiayaan perumahan lainnya, semua bank mempunyai kesempatan yang sama memanfaatkan fasilitas itu. Tidak ada larangan bank yang sudah menyalurkan SSB untuk juga dapat menyalurkan FLPP,” ujarnya.
Melalui KPR FLPP, MBR menikmati uang muka 1 persen, bunga tetap 5 persen selama masa kredit maksimal 20 tahun, bebas PPn dan bebas premi asuransi. Sementara syarat penerima subsidi diantaranya adalah penghasilan pokok tidak melebihi Rp4 juta untuk Rumah Sejahtera Tapak dan Rp7 juta untuk Rumah Sejahtera Susun.