Dari sentimen domestik, per 1 Maret 2025, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA. Pada aturan baru nanti, pemerintah akan memberlakukan retensi terhadap DHE sebesar 100 persen untuk periode satu tahun.
Sebagai gambaran, dalam aturan sebelumnya memberlakukan retensi atau penahanan DHE sebesar 30 persen dengan jangka waktu minimal tiga bulan. Kebijakan baru DHE itu akan berlaku setara bagi swasta maupun BUMN. Artinya, tidak ada perlakuan khusus. Dia menyebut retensi DHE sebesar 100 persen selama satu tahun itu sudah melalui perbandingan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.
Selain itu, pemerintah juga menyetujui pemberian sejumlah insentif kepada eksportir atas kewajiban baru DHE yang akan diberlakukan. Salah satunya yaitu fasilitas pembebasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan DHE. Kalau reguler biasanya kena pajak 20 persen tapi untuk DHE 0 persen.
Selain pembebasan tarif PPh, para eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan back-to-back kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri. Terkait dengan underlying transaksi swap antar nasabah dan perbankan, eksportir dapat memanfaatkan instrumen swap dengan perbankan dalam hal memiliki kebutuhan rupiah untuk kegiatan usahanya.
Kemudian, untuk foreign exchange swap antara perbankan dan BI, eksportir dapat meminta bank untuk mengalihkan valas DHE yang dimiliki eksportir menjadi swap jual BI dalam hal eksportir membutuhkan rupiah untuk kegiatan usaha di dalam negeri.
Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif dan ditutup menguat direntang Rp16.220-Rp16.290 per dolar AS.