Sementara itu, Josua menilai Indonesia berada pada posisi yang stabil dengan mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
Menurut dia, keputusan tersebut dilandasi oleh 2 pertimbangan, yakni tingkat inflasi dan nilai tukar. Pada pertimbangan pertama, tren inflasi di Indonesia sudah mengalami penurunan bila dibandingkan dengan September 2022 pasca penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).
“Inflasi inti memang masih di atas 3 persen, yakni 5,47 persen pada Februari 2023. Namun ekspektasinya inflasi akan kembali turun karena dampak dari kenaikan BBM biasanya hanya bertahan setahun. Oleh karena itu, dampaknya nanti diperkirakan bulan September tahun ini akan hilang dan kita sangat yakin inflasi akan di bawah 4 persen,” ungkap Joshua.
Pertimbangan kedua adalah stabilitas nilai tukar. Joshua berharap ke depannya nilai rupiah akan relatif stabil. Khususnya pasca kebijakan Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE) yang berlaku efektif pada 1 Maret 2023.
Instrumen TD Valas DHE memfasilitasi penempatan DHE oleh eksportir di Bank Indonesia melalui bank yang ditunjuk (appointed bank) sesuai dengan mekanisme pasar yang bertujuan untuk mendorong serapan DHE guna mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat perekonomian domestik.
“Ini akan mendorong supply valas di dalam negeri, sehingga membatasi pelemahan Rupiah ke depannya. Jadi dengan adanya ekspektasi inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar, BI ke depannya diprediksi akan mempertahankan suku bunga,” ungkap Joshua.