Dia mengungkapkan, belakangan banyak pemberitaan mengenai utang perusahaan pelat merah. Namun, narasi pemberitaan tersebut menggabungkan utang pendanaan dan non pendanaan BUMN. Padahal, komposisi utang yang dimiliki perusahaan menyangkut pinjaman dan tabungan masyarakat di Bank Himbara.
"Selama ini orang menggabungkan utang pendanaan yang ada bunga dan sebagainya dan utang non pendanaan. Utang pendanaan kita itu sekitar Rp 2.000 triliun, itu apakah surat utang yang punya bunga dan sebagainya. Kemudian kita punya utang non pendanaan, ini yang kadang-kadang digabungkan," tutur Arya.
Dia mengakui, tren utang BUMN memang tercatat meningkat dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan statistik utang Luar Negeri Bank Indonesia (BI), pinjaman asing BUMN per Januari 2021 mencapai 57,47 miliar dolar AS atau setara Rp809 triliun mengacu kurs Rp14.400 per dolar AS. Nilai itu setara dengan 28 persen dari total utang luar negeri swasta.
Sedangkan, catatan Kementerian BUMN, total utang perusahaan negara hingga kuartal ketiga 2020 mencapai Rp1.682 triliun, naik Rp289 triliun dibandingkan posisi akhir 2019.
Tingginya utang BUMN karena dampak penugasan pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan sejumlah proyek strategis nasional.