LONDON, iNews.id - Pengamat ekonomi dari Departemen Keuangan Inggris memperkirakan butuh waktu hingga akhir 2022 agar ekonomi kembali ke puncaknya seperti sebelum pandemi Covid-19. Hal ini seiring defisit anggaran pemerintah yang mencapai level tertinggi dalam sejarah Inggris, hingga 322 miliar poundsterling (Rp5.833 triliun) tahun ini.
Meskipun data resmi pemerintah mencatat sedikit rebound pada bulan Mei lalu, Kantor Tanggung Jawab Anggaran Inggris (OBR) mengatakan, akan membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk bisa bangkit kembali. Sebab, dampak keterpurukan ekonomi dalam jangka panjang akan terus dirasakan ke depannya.
Setelah menerbitkan laporan risiko fiskal tahunan, OBR memperkirakan pengangguran meningkat tajam ketika pemerintah Inggris menyetop skema subsidi upah akhir tahun ini. Angka pengangguran diprediksi mencapai 12 persen, dua kali lipat dari sebelum adanya Covid-19.
Paling tidak, 20 persen dari total 9,4 juta tenaga kerja yang mendapatkan stimulus upah akan menjadi sia-sia. Pasalnya, subsidi dari pemerintah Inggris tersebut akan mulai dikurangi pada awal Agustus, dan dihentikan seluruhnya di akhir Oktober 2020.
Pendamping Menteri Keuangan Inggris Anneliese Dodds mengatakan, analisis OBR tersebut menunjukkan pemerintah perlu mendengarkan masukan dari serikat buruh, pelaku bisnis dan serikat pekerja lainya. Agar dapat memberikan lebih banyak dukungan kepada perusahaan-perusahaan yang paling terpukul, melalui skema cuti dengan tanggungan penuh.