Menkeu memaparkan, untuk pembiayaan, APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik. Realisasi Pembiayaan Utang sampai akhir Juni 2022 mencapai Rp191,9 triliun (20,3 persen dari target APBN Perpres 98/2022), turun 56,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
"Realisasi tersebut berasal dari Surat Berharga Negara (Neto) sebesar Rp182,4 triliun dan Pinjaman (Neto) sebesar Rp9,5 triliun," kata Sri Mulyani.
Dia mengungkapkan, pemerintah tetap mengutamakan penerbitan SBN domestik, antara lain melalui penerbitan SBN Ritel sebagai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi investor domestik.
Secara umum, lanjutnya, perekonomian domestik masih resilien namun perlu waspada di tengah gejolak global akibat potensi resesi dan fenomena stagflasi.
Fundamental ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor eksternal yang sehat, tekanan inflasi yang relatif lebih moderat serta kinerja fiskal yang kuat.
“APBN akan tetap menjadi instrumen yang luar biasa penting untuk menjadi shock absorber, memperbaiki kinerja ekonomi, menjaga rakyat kita, dan itu berasal dari penerimaan pajak, dari penerimaan komoditas, dari bea dan cukai, dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” tutur Sri Mulyani.