"Begitu mereka diinvestigasi akan kita dampingi karena ada batasan-batasan yang mereka tidak boleh koridornya di luar ketentuan WTO, kadang pelaku usaha kan tidak mengerti jadi kita dampingi. Kalau sebatas itu boleh atau tidak," ucapnya.
Dilansir Reuters, Senin (23/7/2018), Kementerian Perdagangan China mengatakan, penyelidikan itu menyasar produk stainless steel impor seperti dalam bentuk batangan, lembaran, dan piringan yang berasal dari Indonesia di samping Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Impor baja dari negara-negara tersebut melonjak tiga kali lipat pada tahun lalu.
Oke mengatakan, proses penyelidikan normalnya berlangsung selama 18 bulan untuk bisa selesai. Namun demikian, sejak perusahaan tersandung kasus dumping maka langsung dapat mengganggu iklim usaha mereka.
"Tidak bisa begitu, tidak bisa masih lama karena begitu dituduh iklim usaha sudah terganggu. Mereka bisa mengalihkan kontrak," kata Oke.
Penyelidikan ini dilakukan usai produsen baja lokal, Shanxi Taigang Stainless Steel mengadu kepada otoritas setempat soal murahnya baja impor. Dalam tuntutannya, perusahaan tersebut menilai baja impor murah tersebut telah merusak pasar baja di China.