"Tidak ada kompromi mengenai Hak Siar dan Hak Cipta," ujar Tri Andry dalam siaran pers resmi KPID DKI Jakarta, Sabtu, (28/9/2019).
Artinya, lanjut Tri Andry, setiap lembaga penyiaran harus berkerja sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Hak Siar dan Hak Cipta atas suatu mata acara telah dilindungi dalam undang-undang tersebut.
"Yang dimaksud Hak Siar yakni hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program dan acara tertentu yang diperoleh secara sah yang dimiliki Hak Cipta atau pencipta," katanya.
Tri Andry menegaskan, kloning siaran oleh TV kabel tanpa izin tidak saja melanggar UU, namun sangat merugikan pemilik Hak Siar tersebut. Pemilik Hak Siar telah bekerja keras menghasilkan program acara, namun diedarkan seenaknya.
"Seperti kita punya pohon pisang. Kita yang kasih pupuk, menyiram dan merawat, ketika pisang itu berbuah, orang lain yang panen. Setelah dipanen, dibuat pisang goreng dan dijual, marah nggak pemiliknya?" ujar Tri Andry.
Tri Andry menuturkan walaupun LPS menggunakan sistem free to air (FTA) secara gratis, namun jika ada TV Kabel dan parabola berlangganan yang hendak menyiarkan, maka harus meminta izin terhadap pemilik Hak Cipta. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 25 ayat 1 dan 2 UU Hak Cipta.