JAKARTA, iNews.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik pembahasan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang tergesa-gesa. Proses pembahasan antara DPR dan pemerintah dinilai layaknya sinetron kejar tayang.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, mayoritas fraksi di DPR menolak klaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptakerja. Mereka ingin pasal-pasal tersebut kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Hanya dua fraksi yang tidak memasukkan itu. Tujuh fraksi meminta dicabut itu klasterr ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja, agar kembali ke UU 13/2003 yang existing," ujar Said.
Namun, kata dia, usulan buruh dan mayoritas fraksi ditolak. Dia menuding Badan Legislatif (Baleg) DPR dan pemerintah ngotot mempertahankan klaster ketenagakerjaan.
"Faktanya Panja Baleg dengan pemerintah kejar tayang seperti sinetron. Dalam kurun waktu 5 hari, bayangkan pasal kontroversial tentang upah, cuti, karyawan kontrak, outsourcing, cuti, waktu kerja jaminan sosial, pesangon, dan sanksi pidana, itu hanya 3 hari selesai," tuturnya.
Said menyebut, 32 serikat buruh sudah membentuk tim perumus bersama Panitia Kerja Badan Legislatif (Baleg) DPR untuk membahas klaster ketenagakerjaan. KSPI, kata dia, tak menolak RUU Ciptaker untuk mendukung investasi asal tak merugikan buruh.
"Kami setuju dengan Pak Jokowi. Kami bersama beliau, setuju soal kemudahan investasi di Indonesia, juga regulasi dan iklim investasi perlu diperbaiki. Yang kami tidak setujui adalah perlindungan buruh dikurangi dalam RUU Cipta Kerja," ucap Said.