Dia menjelaskan, surat keterangan KIH diperoleh setelah perusahaan kawasan industri memenuhi kriteria, yakni memiliki perizinan kawasan industri seperti Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) atau Izin Perluasan Kawasan Industri (IPKI).
Selanjutnya, harus memenuhi persyaratan berdasarkan hasil pemeriksaan tim verifikasi yang terdiri atas Kemenperin, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berikutnya, menyusun masterplan untuk KIH yang dilengkapi sarana dan prasarana terintegrasi dalam satu hamparan. Misalnya, laboratorium, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), instalasi pengolahan air baku halal, kantor pengelola dan pembatas KIH dengan kawasan lain.
Selain itu, dibangun sistem manajemen halal dengan memiliki tim yang terdiri dari manajer halal dan pengawas halal.
“Sampai saat ini, sudah terdapat dua kawasan industri halal yang sudah mendapatkan surat keterangan KIH, yaitu Kawasan Industri Modern Cikande dengan luas 500 hektare di Serang, Banten, dan Kawasan Industri Safe N Lock seluas 9,9 hektare di Sidoarjo, Jawa Timur,” ujarnya.
Selain dua kawasan industri tersebut, ada empat lainnya yang saat ini sedang dalam tahap perencanaan menjadi KIH, yakni Jakarta Industrial Etstate Pulo Gadung, Batamindo Industrial Park di Batam, Bintan Industrial Estate, serta Kawasan Industri Surya Bornoe di Kalimantan Tengah.
Menperin optimistis, pembangunan KIH akan memberikan kemudahan menjalankan industri halal, mulai dari penyediaan bahan baku hingga distribusi, serta meminimalkan dampak kepada lingkungan.
“Selain itu, memberikan jaminan pengawasan yang memenuhi persyaratan halal, sehingga diharapkan sekaligus menjadi daya tarik investasi,” katanya.
Adapun pengembangan industri halal akan dikembangkan di empat sektor industri, yakni sektor makanan dan minuman (mamin), fesyen, farmasi, dan kosmetik.