Belum lagi efek domino dari hal tersebut tercipta opini bahwa dibutuhkan impor untuk mengendalikan harga. Pemerintah didesak untuk melakukan intervensi untuk menggelar operasi pasar sehingga harga pangan bisa turun. Fenomena semacam ini sering muncul dan mendistorsi pasar bahwa impor terjadi pada saat produksi petani lokal melebihi kebutuhan dalam negeri atau surplus.
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri memaparkan, selama empat tahun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman serius bekerja memerangi mafia pangan agar nilai ekonomi pangan terdistribusi secara adil proporsional.
"Pak Menteri selalu mengingatkan agar Kementan menyokong petani untuk menggenjot produksi komoditi-komoditi pangan strategis. Khususnya beras, jagung pakan, bawang merah, cabe, dan protein hewani melalui Upaya Khusus (UPSUS) Padi, Jagung, Kedelai (PAJALE) , Cabe, dan Bawang Merah, serta UPSUS Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)," ujar dia.
Kuntoro melanjutkan, Amran juga selalu meminta lahan sawah pertanian ditanami dan sapi betina indukan diinseminasi buatan. Di samping produksi digenjot, pasar pun ditata agar efisien, serta dilakukan pengendalian rekomendasi impor secara ketat.
"Hasilnya menunjukkan bahwa jagung pakan, bawang merah, daging ayam, telur, dan domba sudah net-ekspor. Bukan itu saja, yang paling dramatik adalah turunnya angka inflasi pangan secara drastis dari 10,57 persen pada tahun 2014 menjadi 1,26 persen pada tahun 2017. Sebesar 9,31 persen inflasi dapat diturunkan,” kata Kuntoro.