Aviliani menjelaskan, ke depannya OJK perlu membuat sistem serta aturan yang lebih baik dan jelas termasuk terkait diperbolehkan atau tidaknya sebuah perusahaan asuransi untuk mengelola investasi. “Artinya terdapat lembaga rangkap yang boleh mengeluarkan produk. Jadi harus dipikirkan kembali biar asuransi fokus kepada asuransi yang ada misalnya kesehatan dan jiwa serta bagaimana penempatan dananya,” tuturnya.
Hal tersebut harus dilakukan mengingat kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mengelola dana nasabah dari premi asuransi sekaligus mengelola produk investasi bancassurance dengan program Jiwasraya Saving Plan.
“Jiwasraya Saving Plan itu kan model bancassurance sementara dia asuransi jadi dia mengelola dua jarinya. Mengelola investasi dari sisi premi dan dari sisi orang berinvestasi,” ujarnya.
Dia menuturkan model bisnis yang dijalankan oleh Jiwasraya tersebut mengikuti skema ponzi yang akibatnya justru akan merugikan perusahaan itu sendiri. "Produk saving plan itu menggunakan skema ponzi dan ketika jatuh tempo diambil dari sini (investasi). Ketika berhenti (preminya) enggak bisa bayar jadi itu berarti skemanya enggak betul,” katanya.