JAKARTA, iNews.id – Rencana pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas bumi (migas) akan terganjal menyusul belum terbitnya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait peralihan saham PT PGN Tbk ke PT Pertamina (Persero). Pasalnya, tanpa adanya KMK penetapan harga 56,96 persen saham tersebut, maka hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PGN yang dilaksanakan pada 25 Januari 2018 lalu resmi batal.
Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo menjelaskan, dengan kondisi seperti itu, maka PGN harus menggelar kembali RUPSLB dengan agenda yang sama, yaitu meminta persetujuan pemegang saham atas inbreng saham PGN ke Pertamina. "Kalau keputusan RUPSLB nya seperti itu, maka PGN harus mengadakan RUPS lagi atau paling tidak direksinya memberikan keterangan ke bursa. Karena memang sudah lewat batas waktunya," ujar Satrio, Selasa (3/4/2018).
Ia menghitung, jika PGN harus melaksanakan RUPS ulang, maka proses pembentukan holding BUMN Migas bisa tertunda beberapa bulan. Sementara, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrullah Zubir mengatakan, keputusan RUPS pada bulan Januari lalu batal demi hukum.
“Ketentuan RUPSLB menitahkan pengalihan saham yang membuat perubahan Anggaran Dasar perusahaan baru berlaku efektif setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah. Sekaligus telah ditandatanganinya akta pengalihan saham PGN ke Pertamina dalam waktu 60 hari setelah dilakukan RUPSLB,” ujar Inas.
Dia menilai, Menteri Keuangan belum menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait valuasi harga sahamnya dan pembentukan holding seharusnya belum bisa dilakukan. “Tanpa KMK, pihak notaris tidak bisa membuat akta pengalihan saham. Ini menjadi celah dari aspek legal,” katanya.